Jakarta, SimaNews – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) diminta untuk memperketat pengawasan terkait konten dan atau muatan buku ajar bagi para siswa di sekolah.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menyebut akhir-akhir ini banyak muncul di buku teks ajaran atau buku teks soal anak sekolah yang memuat konten tidak lazim, misal berbau seks hingga politik.
Teranyar, kata Huda adanya link tak senonoh atau porno dalam buku Sosiologi tingkat SMA. Link porno ini ditemukan di buku ajar kelas XII salah satu SMA di Jawa Barat. Padahal kata Huda, Kemendikbud memiliki sistem informasi perbukuan yang memang tugasnya mengawasi buku yang layak atau tidak layak terbit di lingkungan sekolah.
“Harusnya hal itu dimaksimalkan sehingga buku-buku ajar yang beredar di sekolah tidak lagi memuat hal-hal kontroversial seperti masuknya link porno yang bisa memberikan dampak negative kepada peserta didik,” kata Huda melalui keterangan tertulis, Jumat (12/2/2021).
Apalagi hal kontroversial seperti masuknya link porno ini bukan hal pertama, telah banyak konten atau muatan tak lazim yang kerap masuk di buku ajar anak sekolah sebelumnya.
Selain berbau seks, kerap kali ditemukan buku ajaran sekolah yang memuat konten politik yang menyudutkan satu atau dua pihak. Teranyar, muncul salah satu soal yang memuat nama Ganjar Pranowo yang saat ini tengah menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Nama Ganjar muncul di buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti terbitan PT Tiga Serangkai tahun 2020. Dalam buku itu terdapat soal yang menggambarkan Ganjar tidak pernah bersyukur. Setiap Iduladha tidak pernah berkurban dan tidak pernah salat.
“Sebelumnya juga muncul nama Megawati dan Anies dengan framing menyudutkan satu pihak dan mengglorifikasi pihak lain dalam soal ujian bagi siswa di DKI Jakarta,” kata dia.
Huda mengatakan, faktanya kejadian ini memang menunjukkan adanya kelemahan pengawasan terkait penerbitan buku ajar maupun soal ujian bagi peserta didik di Indonesia. Kondisi tersebut kata dia mestinya menjadi fokus Kementerian yang kini dipimpin Nadiem Makarim untuk segera diperbaiki.
Salah satunya kata dia, melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan, Forum Guru Bidang Studi, hingga penerbitan harus dilakukan sebelum satu buku ajar atau soal ujian dirilis ke peserta didik.
“Tentu hal itu berat dilakukan, namun dengan digitalisasi pengawasan dan layanan hal itu akan bisa dilakukan kedepan,” kata dia.
“Selain itu peningkatan kapasitas tenaga kependidikan sebagai salah satu sumber penulisan harus juga dilakukan sehingga mereka bisa meletakkan cara pandang mereka sebagai pendidik bukan sebagai individu yang punya afiliasi politik atau ideologi,” tutupnya. *